Jumat, 30 Agustus 2013

Mengapa Harus Ber Tahsin Quran


TAHSINUL Quran atau memperbaiki bacaan Alquran adalah indikasi dari keimanan seorang muslim. Seorang muslim yang tidak berusaha memperbaiki bacaan Alqurannya -- membaca seadanya saja --, maka keimanannya terhadap Alquran sebagai kitabullah patut diragukan. Karena bacaan yang bagus adalah cerminan rasa keyakinannya kepada wahyu Allah yang agung ini.

Tentang hal ini, Allah SWT berfirman dalam QS Surat Al-Baqarah 121 yang artinya kurang lebih begini: “Orang-orang yang diberikan al-Kitab (Taurat dan Injil) membacanya dengan benar. Mereka itulah orang-orang yang mengimaninya. Dan barangsiapa yang ingkar kepada al-Kitab, maka merekalah orang-orang yang merugi.”

Walaupun ayat ini menyinggung kaum Ahlul Kitab yang terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani, tetapi sebagian besar para mufassirin menyebutkan bahwa khitob (seruan) ayatnya bersifat umum. Termasuk di dalamnya juga ditujukan kepada umat Islam yang berkitab sucikan Alqiranulkarim. Hal ini juga diperkuat oleh kaidah ushul fiqh: “Ibrah (pelajaran) itu dilihat dari umumnya lafaz, bukan dari sebab yang khusus.”

Maka itu wajib hukumnya bagi setiap muslim dan muslimah untuk memperhatikan bacaan Alqurannya. Ini dikarenakan tilawah yang baik akan mempengaruhi kualitas ibadah kita di sisi Allah SWT. Contohnya, dalam salat jamaah bagi kaum laki-laki muslim. Bacaan Al-Fatihah yang tidak baik dan berantakan dapat menyebabkan salat jamaah menjadi tidak sempurna yang pada gilirannya akan mempenga ruhi kualitas salat kita di sisi Allah SWT. Diterimakah atau ditolak? Bisa dipastikan dengan tilawah yang tidak beres dan buruk itu ibadah salat kita menjadi cacat dan berpeluang besar tidak diterima di hadapan Allah SWT.

Dengan kata lain, menurut tinjauan ilmu ushul fiqh, mereka yang tidak mau memperbaiki tilawah Alquran menjadi lebih baik dan sesuai dengan kaidah tajwid, maka akan dimasukkan kategori orang-orang yang lalai dan tidak memperdulikan kitabullah ini. Sebagai seorang muslim tentu kita tak ingin dimasukkan ke dalam golongan orang merugi seperti halnya kedua Ahlil Kitab tadi hanya karena lalai dan tidak memiliki ihtimam (perhatian) terhadap kitab suci kita ini.

Tajwid berasal dari kata jawwada, yujawwidu, tajwidan yang maknanya membaikkan atau membuat bagus. Menurut bahasa (lughawi) adalah membaguskan sesuatu. Sedangkan menurut istilah bermakna mengucapkan sesuatu bunyinya huruf dengan benar dan bagus.

Para ulama spesialis Alquran mendefinisikan tajwid sebagai mengeluarkan atau mengucapkan huruf-huruf menurut hak aslinya satu persatu, sambil tiap-tiap huruf diucapkan menurut ucapan bunyi aslinya dan menurut haknya, secara sempurna dengan suara yang tidak dipaksakan.

“Barangsiapa yang hendak membaca Alquran dengan suara beralun dan gemulai sebagaimana Alquran diturunkan itu dibacanya menurut ba caan Ibnu Ummi ‘Abd,” kata Ibnu Mas’ud. Dia menambahkan lagi, “Tajwidkanlah olehmu membaca Alquran itu.”

Imam Jazari, seorang ulama dan pakar Tajwid Alquran berujar dalam matan ‘Al-Jazari’-nya, bahwa membaca Alquran dengan tajwid adalah sebuah keharusan. Siapa yang tidak mentajwidkan Alquran maka ia berdosa. Karena dengan tajwid Allah menurunkannya dan demikianlah ia sampai kepada kita juga dengan tajwid.

Tujuan mempelajari ilmu tajwid ini, agar kita dapat membaca Alquran dengan benar dan fasih, jelas dan tartil sehingga bacaan bisa benar dan seragam. “Dan bacalah Alquran itu dengan tartil.” (QS Al-Muzammil 4). Dengan bacaan yang benar dan fasih serta tartil kita sudah terlepas dari tuntutan dan tentu saja akan memperoleh pahala dan ridha dari Allah SWT.

Dalam sebuah hadist berderajat shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, seperti yang tersebut dalam hadist Arbain Nawawiyyah, Rasulullah SAW bersabda: “Bacalah, naiklah (ke atas surga) dan bacalah dengan tartil sebagaimana kami dulu pernah membacanya di dunia. Karena sesungguhnya kedudukanmu di surga terdapat pada akhir ayat yang kamu baca...wallahua'lam